Keterbatasan penglihatan penyandang tunanetra mulai terkuak dengan munculnya komputer yang mampu ”membaca” dan ”mendengar”. Dengan mesin ”pintar” berbahasa Indonesia yang dinamai Mendengar itu kaum tunanetra dituntun untuk menemukan akses informasi seluas-luasnya. Mereka pun dapat berkreasi menggunakan sarana teknologi informasi dan komunikasi ini.
Terbukanya akses ke dunia informasi global bagi kaum tunanetra ini tercapai berkat pengembangan sistem komputer dan telepon serta layanan multimedia sejak sekitar 40 tahun terakhir. Sistem berupa peranti lunak antarmuka (interface) dan sistem sensor ini memungkinkan penyandang tunanetra bisa memanfaatkan kemampuan indera pendengaran dan perabaan untuk berkomunikasi dengan komputer.
Bagi penyandang tunanetra di Indonesia, layanan akses informasi berbantuan komputer sudah diperkenalkan sekitar 20 tahun lalu dengan memanfaatkan peranti lunak pembaca teks yang dikembangkan Amerika Serikat disebut JAWS (Job Access with Speech). Program ini memandu tunanetra secara audio ketika menggunakan papan ketik komputer. Di negeri asalnya, JAWS dikembangkan tahun 1970-an kini sudah versi 9.
Namun, penggunaan program berlisensi ini memberatkan mereka yang terbatas kemampuan ekonominya—harga Program JAWS sampai 1.200 dollar AS untuk dua unit komputer. Karena itu, untuk membantu mereka dikembangkanlah aplikasi yang berbasis OSS (Open Source Software). Aplikasi pembaca teks pada layar (screen reader) bagi tunanetra yang berbasis OSS, antara lain, dihasilkan Ubuntu—disebut Orca.
Beberapa tahun terakhir ini, upaya mengindonesiakan panduan dan pembacaan teksnya dilakukan, antara lain, oleh Ario Bimo, peneliti dari ITB. Ia memodifikasi JAWS versi 7.10. Pada prototipe ini teks yang dipindai dikonversi oleh openbook. Komputer kemudian membaca kata per kata secara otomatis. Agar komputer mampu melakukan itu, sebelumnya telah dimasukkan perbendaharaan kata dari kamus hingga 10 miliar kata.
Sementara itu, tim peneliti di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dipimpin Oskar Riandi sejak 2003 juga mengembangkan sistem komputer yang ramah bagi penyandang tunanetra dan tunadaksa. Dengan memanfaatkan Free OSS, BPPT membuat webTTS (text to speech), perangkat lunak yang memanfaatkan teknologi penyintesa teks menjadi suara sehingga penyandang cacat (tunanetra) dapat mengetahui konten suatu situs.
Kemudian dikembangkan aplikasi teknologi pengenal wicara (speech recognition) pada berbagai bidang TIK. Hasilnya, tahun 2007, bekerja sama dengan Telkom RDC (Research and Development Center), memanfaatkan salah satu distribusi linux dibuat IGOS Linux Voice Command (ILVC), perangkat lunak menggunakan suara sebagai media antarmuka untuk mengoperasikan komputer. Penggunaan suara sebagai man-machine interface adalah terobosan dalam aksesibilitas komputer.
Kini ILVC terus dikembangkan sehingga memiliki kemampuan mengonversi suara menjadi tulisan. Pengembangan ini diberi nama LiSan (Linux dengan liSan). Bagi pengguna normal, LiSan memungkinkan penulisan dokumen lebih cepat dan memberi peluang pengoperasian komputer hands freely. Tiga fungsi utama LiSan, yaitu sebagai sistem pengenal wicara bahasa Indonesia, sebagai antarmuka pengoperasian komputer dengan suara, dan menyintesis interaksi pengguna, keyboad, dan mouse dengan suara.
Dengan LiSan, seseorang dengan keterbatasan menggunakan tombol-tombol keyboard dan menggerakkan mouse komputer, seperti penderita lumpuh, dapat menggunakan komputer dengan lebih mudah.
Membaca dan mendengar
Sejak tahun lalu, kata Oskar, yang juga Koordinator Pusat Sumber Daya Opensource BPPT, timnya mengembangkan peranti lunak Memdengar (membaca dan mendengar). Program yang mampu membaca dokumen ini diharapkan dapat diuji coba tahun ini,” ujarnya.
Pada program ini dokumen cetak, antara lain, buku, dipindai hingga menjadi file di komputer. Untuk itu digunakan teknologi Optical Character Recognition (OCR) dan kemudian diterjemahkan dalam bentuk suara dengan teknologi screen reader.
Program ini memiliki kelebihan, selain berbahasa Indonesia, juga memiliki akurasi hingga 93 persen.
Saat ini, teknologi bahasa dalam TIK pada program Pemerintah menjadi prioritas nasional, mencakup speech recognition (pengenal lisan)—mengubah suara menjadi teks.
Pelatihan
Dengan fasilitas komputer tersebut, Persatuan Tunanetra Indonesia dalam rangka hari Braille sedunia menyelenggarakan program pelatihan penggunaan komputer bicara untuk tunanetra.
Pelatihan akan diselenggarakan bertahap dan berkesinambungan di seluruh Indonesia. Dengan alat ini kesejahteraan serta martabat mereka ditingkatkan. Hingga tahun 2005 jumlah penyandang cacat 6,7 juta jiwa atau 3,11 persen total penduduk. Dari jumlah itu sangat kecil jumlah yang sudah terberdayakan, selebihnya adalah warga negara yang belum maksimal menikmati hasil-hasil pembangunan.(KOMPAS/YUNI IKAWATI)
Sumber : http://www.indonesiaberprestasi.web.id/2010/03/komputer-bicara-tunanetra-melihat/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar